Menimbang Bimbang
Kepada jarak, barangkali
memang harus begini. Keterpisahan itu menguatkan. Kalimat saja membutuhkan
spasi agar menjadi berarti. Melawannya sama saja dengan menutup ruang
berkembang. Memakinya menandakan ketidakcerdasan. Maka dari itu, bangkitlah.
Sekarang bukan waktunya kalah, apalagi pasrah.
Kepada hujan, datanglah
dan jangan enggan. Kehadiranmu selalu menenangkan angan. Hiraukan mereka yang
tak mampu membendung kenangan, sehingga akhirnya menyalahkan. Mereka hanya
belum siap. Atas kehilangan, yang sebenarnya melegakan. Atas perjuangan, yang
tak melulu tentang senyuman.
Naif.
Akhir-akhir ini aku
menjadi terlalu melankolis, dan kamu yang menjadi egois. Kamu penjarakan
rinduku sendirian, meninggalkannya kelaparan, tak sedikitpun kamu beri makan,
walau hanya secuil kabar. Entah kamu berusaha membuatnya mengerti arti
bersabar, atau karena ingin membuatku sadar: bahwa kamu bukanlah tempat untukku bersandar.
Ya benar. Aku hanya
mencoba berbaik sangka. Kurasa ini hanya pembenaran. Atau pertahanan. Atau
malah pembohongan. Bahkan aku tak bisa membedakan antara pembenaran dan pembohongan.
Sudahlah,toh kamu tak akan peduli. Atau aku yang terlalu menutup diri? Entalah.
Lagi-lagi aku tak mengerti.
Komentar
Posting Komentar