Memaknai Kembang Api

Memaknai Kembang Api

Bisakah sebentar saja kau duduk di sini? Di sebelahku, menemaniku menikmati kembang api yang sedari tadi memanggil untuk diperhatikan. Lupakan sejenak penat atau sesak tentang apapun itu, yang mungkin telah bersemayam sedari lama di dalam benakmu. Atau benakku. Ah tidak, aku lupa, kau bahkan tak tahu bahwa apa yang menjadi bebanmu, akan terus mengangguku, bagaimana pun itu.

Indah bukan? Kilauan kembang api yang tengah memenuhi langit? Ragam warna sekarang tergambar penuh tepat di depan kita. Terpancar jelas raut kegembiraan keluar dari tatapanmu. Dan senyum lebarmu. Ah tak apa, aku tak begitu tertarik dengan kemilau di depanku, hanya karena ada kamu di sampingku. Bagaimana mungkin ciptaan manusia bisa menandingi ciptaan Tuhan.

Malam ini kian lengkap dengan bahan pembicaraanmu yang selalu menarik bagiku. Apapun itu. Tentang kamu yang tidak habis pikir kenapa harus ada orang jahat di dunia ini? Bukankah dunia ini harusnya tempat yang seharusnya dinikmati bersama, tanpa harus ada yang celaka? Atau sekedar nostalgia tentang masa kecilmu yang nyaris tidak mempunyai teman perempuan karena tak suka dengan boneka dan lebih senang bermain bola.

Tengah malam kian dekat, menandakan setiap orang akan berpisah dengan tahun ini, menyambut tahun yang baru. Mau tidak mau. Suka tidak suka. Bagi sebagian mereka, perpisahan ini merupakan awal baru yang ditunggu, tentang apapun itu. Bagi sebagian lagi, membenci awal yang baru. Harus memulai ulang dengan apa yang telah dibangun, meninggalkan semua yang telah runtuh, dan tak kuat lagi untuk sekadar menghadap ke belakang. Jangan kau tanya aku di pihak yang mana. Nanti juga kau tahu.

Dentang jam 12 kali, beriringan dengan puluhan kembang api yang dinyalakan bersamaan, kembali menarik perhatianmu, terkesima, tapi tak memaknai. Kau tak paham bahwa indah yang sekarang disajikan, perlahan-lahan hilang. Dari mulai suara, warna, hingga aroma, semuanya lenyap. Bahwa yang datang itu akan pergi, yang terbit pasti tenggelam. Dan yang berharap, harus siap dikecewakan.

Atau jangan-jangan, aku yang tak memaknai?

Bahwa sesuatu yang ditakdirkan, tidak akan terlewat, sedikitpun, seichipun. Bahwa kedatangan tak melulu soal kepergian. Sebagian datang untuk menetap, sebagian lagi untuk mengajarkan kita menjadi kuat. Bahwa tentang kembang api, yang kuanggap indah namun fana, ternyata membawa kebahagiaan, sampai tiba waktunya.


Sama sepertimu, yang sekarang bangkit seraya pamit. Meninggalkanku dengan kenyataan pahit bahwa kau telah dengan yang lain. Kau yang mewarnai hariku, tanpa sedikitpun kau tahu. Malam ini aku paham, bahwa aku harus mencintai kehilangan, bersama runtuhan kenangan, yang sangat sulit dilupakan. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dialog Rindu Melawan Waktu; Chapter 2 : Lelaki Pecinta Subuh

Atas Nama Ketidakpastian, Aku Menyerah.

Gadis Sepertiga Malam