Dialog Rindu Melawan Waktu; Chapter 1 : Sore di pinggir kota
Chapter
1 : Sore di pinggir kota
“ Kau benar-benar ingin
ke sana?”
“Tentu! Aku sangat bosan
berada di kosan melulu. Sesekali aku ingin pergi melihat apapun di luar pada
sore hari. Walau hanya kerbau mandi di kubangan, aku tentu sudah sangat
senang!”
Siapa yang tahan dengan
kehidupan monoton? Setidaknya hal itulah yang mendorong Gina membujuk temannya,
Ana untuk menemani Gina berjalan-jalan sore, ke mana pun itu. Entah ke pinggir
jembatan sambil menikmati es tebu dengan harga lima ribu, atau pergi ke taman
kota menikmati danau buatan yang airnya sangat bening.
“Makanya cari pacar dong,
Gina! Jangan aku terus yang kau paksa untuk menemanimu ke mana pun engkau mau!”
dengus Ana seraya mengambil jaket merah maroon yang sedari tadi tergantung di
kursi.
“Aku ada pacar kok. Tapi lagi
LDR”
“Iya LDR, di masa depan
kan? Klasik!”
“Emang paling tahu deh,
gemes”
“Hitungan 10 kau belum
siap, aku akan tidur lagi”
“Sabar dong bos, jangan
kayak praja gitu dong!” Ujar Gina sambil mencari jilbab langsungannya yang Gina
lempar entah ke mana.
“1...,2.....,8...” Hitung
Ana.
“Ih kok sudah dua malah
delapan sih?!” Protes Gina.
“SEMBILAAAAN!!!” Teriak
Ana yang sudah di luar, seolah tak peduli dengan ucapan Gina.
“Iya-iya ini udah kelar, kuy !” Ajak Gina sambil mengunci pintu
kosan.
Bagi Gina, Ana lebih dari
sekedar sahabat biasa. Wajar saja, sudah dari SD mereka dipertemukan, sampai
sekarang berkuliah mereka selalu bersama. Ana tahu semua seluk beluk tentang Gina.
Dari mulai acara tv kesukaan, kebiasaan buruk yang tidak dapat menjaga pola
makan dengan benar, tak terkecuali tentang hubungan asmara Gina yang hampir
sama dengan kemampuannya menyanyi. Suram, seperti tak ada masa depan.
Sore ini pun menjadi sore
yang menyenangkan bagi Gina. Duduk-duduk di pinggir kota, sambil menikmati
pemandangan segerombol kerbau mandi, serta 2 gelas es tebu dan beberapa tusuk
bakso bakar melengkapi hari. Tidak tidak, Gina tak akan sanggup menghabiskan 2
gelas es tebu. Tentu satu gelas itu buat Ana, sebagai sogokan dari Gina agar Ana
tidak bosan menemaninya. Sederhana bukan? Yah begitulah Gina, cukup pandai
mensyukuri hal-hal kecil yang ada disekitarnya. Dia berfikir, paling tidak masih
diberi kesempatan melihat dan merasakan hal-hal seperti ini.
Senyum yang terlekat erat
di wajah Gina pun menghiasi perjalanan pulang mereka kembali ke kosan, karena
sebentar lagi adzan maghrib berkumandang. Paling tidak, Gina tak menghabiskan
soreku di kos-kosan. Paling tidak, untuk sesaat, Gina dapat melupakan dia
sejenak. Lelaki yang saat ini menjadi orang terakhir di muka bumi ini yang
ingin Gina fikirkan.
Komentar
Posting Komentar